02585 2200241 4500001002100000005001500021035002000036008004100056245003100097100002200128260003400150300002300184020001800207084001400225520202400239082000802263650001702271990001102288990001102299990001102310990001102321990001102332INLIS00000000000160220220325032535 a0010-0621001202220325 g 0 ind 1 aEtika Sosial Lintas Budaya1 aAdeney, Bernard T aYogyakarta :bKanisius,c2000 a380 hlm. ;c22 cm. a979-672-662-9 a177 ADE e aETIKA SOSIAL LINTAS BUDAYA. Buku ini tidak muncul dari kepentingan-kepentingan akademis yang abstrak. Ada pengalaman pribadi di balik semua persoalan yang dijelajahi di dalamnya. Sebetulnya, di sepanjang hidup saya, saya telah bergulat dengan persoalan-persoalan etika lintas budaya. Ayah saya, David H. Adeney, berasal dari keluarga Inggris terpelajar kelas menengah atas. Ibu saya, Ruth W. Adeney, dilahirkan dalam suatu keluarga petani Minnesota yang telah kehilangan lahan garapan mereka pada waktu terjadi Depresi Besar. Tidak dapat dipercaya kalau mereka berdua bertemu dan menikah di cina, di mana mereka berdua menjadi misionaris. saya dilahirkan di Shanghai, cina, sebagai anak bungsu dari empat bersaudara. Jati diri saya terbentuk dengan disertai banyak pergumulan mengenai apa artinya menjadi bagian dari suatu keluarga Amerika-Inggris-cina. pada usia belasan tahun, saya sudah mulai memikirkan bagaimana kebudayaan, kelas sosial, dan ras mempengaruhi jati diri dan nilai-nilai pribadi seseorang.Jalan saya yang agak berbatu-batu ke iman Kristen dipenuhi oleh pertanyaan-pertanyaan tentang bagaimana iman yang autentik dapat dihayati dan diamalkan. Berawal di cina, lalu saya tumbuh dewasa di Inggris, Illinois,Hong Kong, Indiana, dan Taiwan. Perjalanan-perjalanan sebagai keluarga mencakup musim-musim panas di Afrika, India, Eropa,Jepang, dan Filipina. Pada waktu studi untuk menjadi seorang sarjana, saya mempelajari filsafat Asia Timur, sejarah dan politik di Universitas wisconsin. pada akhir tahun enam puluhan, saya menggumuli perihal bagaimana kepercayaan-kepercavaan Kristen berkaitan dengan kenyataan-kenyataan sosial. Seperti banyak orang yang sebaya saya, saya sungguh-sungguh menaruh perhatian mendalam terhadap perang, rasisme, dan materialisme. Setelah satu tahun studi mandiri di Prancis, Swiss, dan Yunani, saya pindah bersama keluarga ke Singapura untuk belajar teologi Kristen bersama suatu paguyuban Asia. Di sana iman Kristen dan sejarah Gereja Barat dilihat melalui mata Asia. . . . .! a177 4aEtika Sosial a037306 a037308 a037304 a037305 a037307